Alam Semesta Mengembang, Begini Logikanya.

Apabila kita memandang langit di malam yang cerah tanpa awan, kita bisa melihat benda-benda terang. Mungkin itu adalah planet-planet dalam terdekat seperti Venus dan Mars. Atau mungkin juga Planet luar seperti Jupiter dan Saturnus. Termasuk juga bintang-bintang seperti matahari kita yang terletak jauh sekali dari kita.

Beberapa bintang yang tampak tak bergerak itu sebenarnya bergeser secara relatif terhadap bintang yang lainnya selagi Bumi memutari Matahari.

Bintang-bintang itu sebenarnya tidak tak bergerak !

Bintang yang paling dekat dengan Bumi


Sebagian bintang cukup dekat dengan Bumi yang sedang berrevolusi terhadap Matahari. Kita dapat melihatnya dari berbagai posisi dengan latar belakang bintang-bintang yang letaknya lebih jauh.

Ini bagus.

Dengan seperti itu membuat manusia mampu mengukur secara langsung jarak bintang-bintang. Semakin dekat bintang ke pengamat, maka akan semakin banyak bintang di latar belakang terlihat bergeser.

Bintang terdekat Bumi, Proxima Centauri berjarak empat tahun cahaya. Maksudnya cahaya dari bintang ini butuh waktu hingga empat tahun untuk mencapai Bumi, untuk dapat terlihat oleh mata kita. Dengan kalkulasi kecepatan cayaha rata-rata, maka selama empat tahun akan berjarak sekitar 23 triliun mil atau setara 37 triliun kilometer.

Alam semesta mengembang, begini logikanya


Beberapa bintang yang mampu dilihat dengan mata telanjang terletak dalam jarak sekitar ratusan tahun cahaya dari Bumi. Sementara kalau dibandingkan dengan jarak Bumi Matahari, hanya 8 menit saja. Bintang-bintang tampak tersebar di atas langit malam, namun sebenarnya mayoritas berkumpul pada satu sabuk yang kita kenal dengan sebutan Bima Sakti / Milky Way.

Gambaran modern alam semesta rupanya baru muncul sejak tahun 1924. Astronom Edwin Hubble menunjukkan bahwa galaksi Bima Sakti bukan satu-satunya galaksi di alam semesta ini. Terdapat sangat banyak galaksi di alam semesta, dengan ruang kosong luas di antara galaksi-galaksi.

Penemuan Hubble


Untuk membuktikan ini, Hubble perlu mengukur galaksi lain sehingga terlihat tak bergerak, tidak seperti bintang-bintang yang dekat. Karenanya ia terpaksa menggunakan cara tak langsung untuk mengukur jarak antar bintang ini.

Kecerahan penampakan bintang bergantung pada dua faktor: luminositas, jarak dari pengamat.

Luminositas merupakan seberapa banyak cahaya yang dipancarkan oleh bintang tersebut. Bintang-bintang yang dekat dapat diukur kecerahan dan jaraknya. Sehingga luminositasnya pun dapat dihitung. Sebaliknya, bila tahu luminositas suatu bintang di galaksi lain, maka jaraknya dapat ditentukan dengan mengukur kecerahannya. Hubble berpendapat bahwa tipe bintang tertentu selalu punya luminositas sama saat letaknya cukup dekat untuk diukur. Sehingga bila ditemukan bintang bertipe sama di galaksi lain, maka bintang tersebut dapat dianggap luminositas yang sama pula. Jadi jarak natar bintang tersbut dapat diukur.

Melalui pola kerja seperti itu, Hubble menentukan jarak sembilan buah galaksi lain. Dan sekarang dalam ilmu fisika modern telah dikenal ratusan ribu juta galaksi yang dapat terlihat dengan teropong modern. Tiap galaksi ini berisi beberapa ratus ribu juta bintang.

Kita tinggal di dalam galaksi yang memiliki diameter sekitar seratus ribu tahun cahaya yang sedang berrotasi perlahan-lahan. Bintang-bintang termasuk matahari di lengan spiralnya menyelesaikan masa revolusi selama sekitar beberapa ratus juta tahun. Bintang-bintang terletak sangat jauh sehingga hanya dapat terlihat sebagai titik-titik cahaya. Manusia tidak mampu melihat ukuran atau bentuk dari bintang.

Lantas, bagaimana caranya melihat perbedaan antar bintang?

Sebagian besar bintang hanya terdapat satu ciri yang dapat teramati. Ciri tersbut adalah warna cahaya. Berdasar pendapat Newton tentang optik, cahaya matahari bila melewati prisma, maka cahaya monokromatis (putih/cahaya tampak) akan terurai menjadi cahaya polikromatis (merah - ungu). Persis seperti warna pelangi yang terurai oleh butiran air hujan.

Teropong bintang yang memfokuskan ke satu bintang atau galaksi, spektrum bintang atau galaksi tersebut dapat teramati. Kita bisa tahu suhu bintang dari spektrumnya, yang disebut spektrum termal. Spektrum termal dapat didefinisikan sebagai spektrum yang bergantung pada suhu saja. Warna-warna tertentu tidak ada dalam spektrum bintang-bintang. Warna-warna yang tak ada itu berbeda0beda pada berbagai bintang.

Setiap unsur kimia menyerap warna-warna tertentu yang khas. dengan mencocokkan pola penyerapan tersebut dengan warna-warna yang tidak ada di spektrum bintang, maka dapatlah diketahui unsur-unsur apa saja yang ada pada atmosfer bintang.

Baca juga : Kosmos-Cakupan Alam Semesta

Efek Doppler


Awal abad 20, para astronom mengamati spektrum bintang-bintang di galaksi lain. Mereka menemukan sesuatu yang aneh. Terdapat set warna yang hilang yang khas seperti galaksi Bima Sakti. Namun semuanya bergeser ke arah ujung merah dalam spektrum. Dengan memadukan temuan ini dengan Efek Doppler, disimpulkan bahwa alam semesta mengembang.

Penemuan alam semesta mengembang menjadi salah satu revolusi intelektual terbesar pada abad ke dua puluh. Sebenarnya perilaku alam semesta seperti ini dapat diturunkan dari teori gravitasi Newton. Namun kepercayaan terhadap alam semesta statis sangat kuat. Einstein ketika merumuskan teori relativitas umum sangat yakin bahwa alam semesta harusnya statis. Sampai akhirnya memodifikasi teorinya dengan menambahkan apa yang disebut konstanta kosmologi ke persamaannya.

Einstein mengajukan gaya "antigravitasi" baru, yang tidak berasal dari sumber tertentu melainkan teranyam dalam ruang-waktu, tidak seperti gaya lain. Klaim Einstein kemudian mengatakan bahwa ruang-waktu memiliki kecenderungan bawaan untuk mengembang.

Alam Semesta Mengembang, Begini Logikanya.